Sekolah Tinggi Ujung-Ujungnya ke Dapur Juga
Sebenarnya sekarang sudah
tahun 2023, tapi teman-teman sadar atau tidak di lingkungan sekitar cuitan seperti
ini masih sering dijumpai, mirisnya kadang dari orang terdekat atau ada yang tetiba orang-orang SKSD tetiba ngerasa berhak kata lain ya udahlah ya kan udah lulus juga
sekolahnya entah itu baru juga lulus SMA atau yang baru kuliah dan pengen ngelanjutin sekolah dengan manis banget ngomong “cepat gih cari
pasangannya nanti ketuaan lo, ntar nggak ada yang mau.” kata orang-orang yang tahu
juga nggak apa saja yang sudah atau sedang dilalui perempuan tersebut di hidupnya.
Terlalu banyak kemungkinan apalagi yang masih SMA entah itu mau lanjut sekolah baik berupa kuliah atau kursus pokoknya menuntut ilmu masih muda banget kasian dah ditekan aja hidupnya, bagi yang udah lulus kuliah mau lanjut atau yang lagi menikmati karir kalau kata mba Kalis bisa jadi mereka lagi masa proses belajar atau mungkin sudah siap tapi mungkin belum waktunya atau ada yang mau fokus ke keluarga dulu, dll.
Kebanyakan yang dapat
pressure seperti ini kaum wanita karena perempuan yang katanya identik dengan kasur,
dapur dan sumur ditambah lagi ada yang bawa-bawa agama dengan dalih perempuan
meniti karir atau melanjutkan sekolanya seolah-olah sebuah dosa. Saya pernah
tak sengaja mendengar salah seorang tetua di satu desa yang berbicara ngapain
kuliah itu cuma urusan dunia. Waitt a minute, jikalau begitu saya yakin
sudah banyak para ulama yang mengharamkan orang-orang untuk berkuliah dan
faktanya bahkan salah satu institusi paling berpengaruh dan bersejarah dalam
dunia Islam seperti Universitas Al Azhar tak hanya berisi Fakultas keagamaan
namun juga Fakultas Psikologi sampai Kedokteran Gigi pun tersedia di tempat mulia
tersebut. Bukankah hal ini juga menunjukkan bahwa betapa besar pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang juga akan mendorong kemajuan dunia khususnya dunia Islam.
Saya tidak mengatakan
menjadi seorang istri merupakan tindakan bodoh perempuan yang mau menyerahkan
hidupnya pada laki-laki seperti para ekstremis feminis. Saya meyakini bahwa
seorang perempuan yang memutuskan menikah merupakan seorang perempuan yang
telah mengambil kesempatan ibadah sepanjang hidupnya dimana ibadah ini adalah
ibadah kompleks berupa masalah indah baru yang siap dijalani dan
dikomunikasikan bersama pasangan. Hal ini tentunya lebih komplit sekadar
daripada Kasur, Dapur, dan Sumur. Layaknya ibadah lainnya, semua ibadah perlu
persiapan.
Lalu vit, kalau begitu
apakah yang tidak sekolah tinggi tidak akan menjadi ibu yang mumpuni?
Bukan begitu maksudnya,
poin yang ingin disampaikan disini adalah tidak ada yang sia-sia entah itu
sekolah tinggi atau tidak semua Ibu tetap merupakan profesi mulia yang telah
Allah ciptakan di muka bumi ini dan tak selayaknya dipandang sebelah mata. Masalah
mengenai bagaimana mendidik anak dan hal lainnya selain pastinya belajar dari
pengalaman sekitar cobalah membuka diri membaca buku parenting, menonton konten
yang jelas, filter lalu nanti ketika waktunya semoga Allah mudahkan untuk kita
terapkan. Al Ummu Madrasatul Ula.
Berhubung saya sendiri
belum menikah, testimoni dari kaka-kaka dan juga ibu ibu millennial maupun gen z
yang sudah belajar parenting rata-rata mengatakan memang tidak mudah menerapkan
ilmu parenting yang didapat. Kembali lagi ya, bukankan menikah juga bagian dari
proses pembelajaran hidup.
Oleh karena itu, seperti
yang mba Virly KA katakan dalam buku beliau dengan judul Life as a Divorcee
pentingnya diskusi sebelum pernikahan (pre-marriage talks) untuk mengerti bagaimana
pandangan pasangan dari berbagai sisi. Komunikasi adalah Koentji.
Sehingga pandangan bahwa
wanita satu-satunya yang bertanggung jawab mengerjakan pekerjaan rumah bisa
diubah pelan-pelan. Hemat saya, wanita mengerjakan pekerjaan rumah tangga merupakan
bentuk rasa bersyukur dan terima kasih kepada pasangan bukankan lebih indah
jika pandangannya seperti ini, sehingga akan sangat indah jika memiliki
pasangan yang memiliki pemahaman yang sevisi.
Jika ada yang membahas tapi bukannya wanita itu Ratunya di Rumah. Iya benar, justru karena ratu apalagi bagi ibu-ibu yang 24/7 di rumah bukankan mereka juga memiliki hak untuk dirinya sendiri.
Sayyidah Aisyah dan Nabi Muhammad SAW. kerap kali bermanja-manjaan,
baik melalui ucapan maupun tindakan. Misalnya, merujuk Kemesraan Nabi Bersama
Istri (Adib al-Kamdani, 2007), Sumber :https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/romantika-rumah-tangga-sayyidah-aisyah-dan-nabi-muhammad-wy813
Jika ada yang
membawa-bawa agama bisa ditengok kalimat di atas. Saya juga pernah mendengar
seorang ulama berkata bahwa Rasulullah saw. biasa membantu Sayyidah Aisyah
ketika di dapur, mungkin yang para santri bisa lebih mengerti yang bukan santri
seperti saya yok belajar lagi kit ani.
Kesimpulannya tidak ada
garis lurus antara seorang sekolah tinggi-tinggi dan ujung-ujungnya ke dapur.
Thx for reading, semoga bermanfaat.