Translate

TOLERANSI

Kerusuhan atau pertengkaran adalah hal-hal yang biasa terjadi ketika seorang atau sekelompok individu melewati batas toleransi individu atau kelompok lainnya. Namun, jika ditarik lebih sempit ada pula toleransi pada diri sendiri yaitu ketika manusia memiliki batas toleransi terhadap diri sendiri baik secara fisik maupun psikis.

Meminjam kata dr. Jiemi Ardian seorang psikiater penulis buku Merawat Luka Batin yang mengatakan bahwa "Manusia dengan jendela toleransi yang baik akan memiliki hubungan emosi yang baik terhadap dirinya dan orang lain", mungkin bahasa yang lebih mudahnya adalah individu yang memiliki sikap "ya sudahlah" terhadap pada berbagai kondisi akan lebih mudah beradaptasi dibandingkan dengan individu yang terbiasa detail dengan segala macam kondisi.

Agaknya saat ini toleransi telah menjadi kebutuhan seseorang agar dapat hidup tenang ditengah masifnya arus informasi terutama sosial media, namun yang menjadi pertanyaan apakah ada batasan tertentu sehingga tidak menjadi seseorang yang permisif atau malah sebaliknya malah berujung menjadi apatis. 

Kemampuan toleransi terutama di Indonesia lebih sering dikaitkan dengan toleransi beragama maupun berbudaya, padahal ada hal mendasar dari kedua subjek tersebut adalah toleransi politik seseorang baik penerapannya kepada dirinya sendiri ataupun bagaimana cara orang tersebut menyikapi ketika ada yang berbeda pandangan politik dengannya.

Hidup berpindah-pindah dari kota, desa, kota lalu kembali ke desa lagi membuat saya mengerti bahwa kemungkinan besar definisi politik di masyarakat luas terutama di daerah pedesaan adalah kegiatan yang hanya terjadi saat pemilihan umum dan setelah itu selesai, nyatanya sesederhana lonjakan harga cabe di paman sayur juga dampak dari adanya politik.

Anak-anak di negara berkembang dan dididik agar bisa mendapatkan nilai bagus tanpa rasa kepekaan sosial juga justru kadang hanya menjadi bumerang lalu berakhir menjadi bagian dari gerombolan yang tidak bisa berpikir. Walaupun juga tidak bisa disalahkan, karena ketika perut seseorang kosong, jangankan bicara politik yang ada hanya generasi beranak pinak hanya untuk menjadi sebuah investasi karena tak mampu berdaya lagi atau bahkan berharap pada bagian elit sebuah negara.

Mungkin cara termudah agar bisa mentoleransi tetap waras dikala masih perlu informasi namun tidak berujung berlebihan, adalah mengenali diri sendiri dan membatasi untuk hal-hal yang dirasa tidak perlu, dan pastinya tetap menonton dan membaca hal-hal lucu dan bisa menggunakan dengan baik ujaran "Kita tidak butuh orang pintar namun kita butuh orang baik". Kata-kata yang bagus namun jika disalahgunakan bisa menjadi permisif terhadap kemalasan untuk berpikir.

Seperti kata imam Al Ghazali menukil perkataannya Syekh Al-Kholil bin Ahmad yaitu manusia itu terbagi menjadi empat jenis, (1) Orang yang berilmu dan sadar bahwa dirinya berilmu, (2) Orang yang berilmu namun tidak sadar bahwa dia berilmu, (3) Orang yang tidak berilmu dan sadar bahwa dirinya tidak berilmu, dan yang terakhir (4) Orang yang tidak berilmu dan tidak sadar bahwa dirinya tidak berilmu.

Dari keempat poin tersebut satu hal yang berkaitan adalah seseorang harus mengetahui dirinya agar tidak menjadi tingkatan terendah manusia yang tidak sadar dirinya tidak tahu apa-apa parahnya berujung mengakui dirinya mengetahui atau bahasa sederhananya sok tahu.

Karena ketika seseorang ingin mentoleransi sesuatu maka modal awal adalah tahu hal apa yang akan ditoleransi serta konsekuensinya, dan hal ini tidak akan bisa terjadi jika wadahnya tidak ada atau sudah penuh terlebih dahulu.

Tulisan ini terinspirasi dari tulisan Azi yang berjudul Baik.

Kalteng, 5 Mei 2025.

No comments